Dua Konfederasi Buruh Ikut Panasi Situasi Terkini!
Oleh : Sunarno (Sekretaris Jenderal Konfederasi KASBI)
Kamis, 26 September 2019
Hari Tani Nasional di Indonesia, cukup menggema kali ini. Urusan kalender politik 2019 belum tuntas di mata dua konfederasi buruh paska 24 September 2019 tempo hari. Lucunya, dari dua kaki-kaki politik yang berbeda haluan. Satunya pendukung Jokowi, direpresentasi KSPSI (Andi Gani), satunya lagi pendukung garis keras Prabowo Subianto oleh KSPI (Said Iqbal). Meski dulunya sama-sama ngotot mengklaim para pemenangnya, kini keduanya duduk satu meja seolah melempangkan kedudukan konstelasi politik pada siapa penguasa terpilih untuk mulus tanpa kritikan sampai agenda pelantikan Joko Widodo, presiden republik Indonesia terpilih hasil pemilu 2019.
Ada tiga hal yang disoal mereka. Pertama, aksi buruh 24 September 2019, diperkeruh oleh statement mereka, telah disusupi, ditunggangi, dan entah istilah terbaik demi mengatakan apapun sebagai alat kecantikan di mata penguasa, bahwa aksi buruh di luar mereka pasti ditunggangi.
Kedua, issue yang dikaitkan dengan proses pelantikan presiden, sebentar lagi.
Ketiga, tambah lucu saja, satu meja konpres keduanya dikenal satunya menolak revisi UUK No. 13/2003, satunya jadi pendukung revisi UUK No. 13/2003.
Mari kita simak satu persatu pula, apa yang menjadi kegelisahan keduanya, sampai-sampai harus duduk semeja untuk sama-sama menuding-nuding gerakan buruh lainnya. Yang bukan dari bendera mereka.
Pertama cara menuding, mengambinghitamkan, sesuatu menyangkut sebuah peristiwa politik sebetulnya di Indonesia bukan barang asing lagi. 32 tahun sepanjang orde baru berkuasa, metode ini efektif menyingkirkan berbagai lawan politiknya. Khas ciri berpikir yang fondasinya berdiri di atas rezim otoritarianistrik Soeharto.
Di sini kami hendak mengingatkan kembali, di era milenialis kekinian, cara itu makin kuno, ketinggalan jaman, dan perlu ditanggalkan oleh kedua pimpinan konfederasi serikat buruh yang juga kami kenal selama ini, merekalah ysng kerap membawa-bawa stigma sebagai penyokong kepentingan politik yang berkuasa ataupun yang hendak berkuasa dan gagal berkali-kali.
First impression-nya, kedua pimpinan konfederasi tersebut seperti tergopoh-gopoh untuk buru-buru mengeluarkan statement politik di depan media terkait aksi massa besar di Hari Tani Nasional. Terkhusus, di lapangan perjuangan depan gedung Senayan baru-baru ini.
Sepertinya, mereka entah dipaksa ataupun terpaksa ingin bilang, bahwa “itu” bukan kami. Dan “kami” tak sebatang hidungpun nongol di aksi massa sebesar itu. Bersama kaum tani, dan mahasiswa.
Point politiknya sekaligus berkait pada issue elitis yang kian ramai digembar-gembor ala pengamat politik dan elit pendukung penguasa. Bahwa gerakan massa rakyat 24 September bersinyal ke arah pelantikan Jokowi. Sehingga mereka berharap cemas, agar kami turut lakukan bantahan atas tudingan mereka, macam tulisan seperti ini.
Apa yang mereka sinyalir terhadap gerakan buruh yang berjuang di hari itu, adalah bentuk ekspresi kepanikan. Dan salah sinyalir.
Justru melalui tulisan ini, kembali perlu disampaikan kepada massa rakyat luas, termasuk pada mereka. Dua pimpinan konfederasi serikat buruh yang dilanda rasa panik dengan asumsi dan tudingan yang tak berani menunjuk hidung pula. Apa, siapa dan bagaimana, agar secara konkrit mengungkap tentang yang dimaksud menunggangi gerakan buruh?! Agar syak wasangka bukan menjadi jalan keruh yang menyulitkan membersihkan anasir kotor yang menggangu politik demokrasi dari spektrum orb. Dan siapapun juga yang mengorupsi reformasi, dan mengerosi kebebasan berpikir dan berpendapat.
Buruh, Tani dan Mahasiswa
Gerakan mahasiswa, buruh dan tani belakangan terkonsolidasi karena issue perubahan kebijakan perundang-undangan yang subtansi dalam pasal-pasal tersebut merugikan rakyat kecil, mempersempit ruang demokrasi, dan melanggar HAM.
Sementara, KSPSI DAN KSPI tidak pernah terlibat dalam konsolidasi gerakan AMUK (Aliansi Masyarakat Sipi Untuk Keadilan), GEBRAK (Gerakan Buruh Bersama Rakyat), KNPA (Komite Nasional Pembaruan Agraria) dalam menyikapi penolakan Revisi UU KPK, Revisi KUHP, Revisi UU Ketenagakerjaan, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU PKS, RUU Minerba, dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Mahasiswa terkonsolidasi setelah mendengar DPR telah membahas Revisi KUHP pada hari Sabtu dan Minggu, 14-15 September 2019 di Hotel sekitar Senayan, bukan di Gedung DPR seperti biasanya.
Aksi AMUK dilakukan sejak 16 September 2019 lalu, di hadiri oleh sekitar 1000 orang dari mahasiswa, aktivis perempuan, kaum buruh anggota KASBI dan KPBI, pembela HAM, dan aktivis lembaga bantuan hukum.
Aksi berlanjut hari selanjutnya Selasa, Rabu dan Kamis. Hingga membesar ke semua daerah. Rata-rata para pengunjuk rasa menyikapi soal pengesahan Revisi UU KPK, Revisi KUHP, dll..
Tujuh hal desakan berikut merupakan triger issue perjuangan yang hendak dialamatkan pada pemerintahan yang berkuasa, di antaranya :
1. Menolak RKUHP, RUU Pertambangan MINERBA, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan : Mendesak Pembatalan UU KPK dan UU SDA ; Mendesak Disyahkannya RUU PKS, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
2. Batalkan Pimpinan KPK Bermasalah Pilihan DPR RI
3. Tolak TNI & POLRI Menempati Jabatan Sipil
4. Stop Militerisme di Papua dan Daerah Lain, Bebeaskan Tahanan Politik Papua Segera
5. Hentikan Kriminalisasi Aktivis
6. Hentikan Pembakaran Hutan di Kalimantan dan Sumatera yang dilakukan oleh KoorporaSI Pembakar Hutan, Serta Cabut Izinnya
7. Tuntaskan Pelanggaran HAM dan Adili Penjahat HAM, termasuk yang duduk di lingkaran kekuasaan ; Pulihkan Hak-Hak Korban Segera!
Tujuh Desakan itu yang menjadi isue umum. Kami yakin tidak akan ada klompok yang berani menunggangi gerakan rakyat akhir-akhir ini. Tuntutan ini justru harus kita kawal sampai menang dan tuntas.
Gerakan ini gayung bersambut, karena memang adanya provokasi dari statment-statement para Menteri, anggota DPR RI dan pejabat Pemerintahan.
Selanjutnya, tugas kita adalah menyatukan kekuatan dari energi dan semangat Mahasiswa, Pemuda, Pelajar, Buruh, Tani dan seluruh organisasi gerakan dalam satu perjuangan besar, yaitu, memenangkan tuntutan perjuangan, memastikan negara agar bersih dari cengkeraman kapitalisme, dan oligarki kekuasaan. Menjadikan pemerintah yang bermartabat dan mewakili rakyat mayoritas, dengan memegang prinsip Demokrasi, Kesetaraan, Keadilan dan Kesejahteraan.
MUDA BERANI MILITAN!