Rabu (8/1/2020) Catatan ringan di awal tahun. Sebuah rekaman terbaru saat pelantikan Presiden RI, Minggu, 20/10) 2019, keluhan besar terungkap dari mulut presiden. Dalam pidato perdananya, masa periode 2019-2024. Jika pemerintah menyisir 74 undang-undang yang terkena dampak Omnibus Law, prosesnya bakal memakan waktu lebih dari 50 tahun.

Masuk akal. Karena DPR RI, satu kali masa periode selama lima tahun, belum tentu jadi satu bahkan tiga undang-undang. Yang menurut tupoksinya, fungsi legislatif, selain pengawasan, dan budgeting, adalah pembuatan undang-undang.

Memang menjadi Indonesia, butuh pemikiran luar biasa. Bahkan jauh sebelum fesbuk ini ada. Butuh pemikiran radikal untuk melakukan suatu perubahan. Dan menghadapi perubahan tersebut siang dan malam.

Omnibus Law, adalah suatu undang-undang diperuntukkan demi menyasar satu issue besar. Bisa mengubah, bahkan mencabut undang-undang sekaligus. Atau menyederhanakannya. Dan memang banyak sekali peraturan-peraturan di negeri ini yang njelimet, tumpang tindih. Dan satu sama lain tidak terintegrasi menjadi arah dari sebuah perubahan yang hendak dicapai.

Selain issue perpajakan, pemerintah sambil berharap-harap cemas mendeklarasikan sebuah pertumbuhan ekonomi nasional, hendak menciptakan lapangan pekerjaan. Pertanyaannya buat siapa?

Detail dari Labour Market Flexibility (LMF), mulai disisir satu persatu. Skema LMF sudah hampir 20 tahun, menjebol benteng pertahanan rakyat dari sisi produktifitasnya di lapangan kerja. Titi wancinya sejak UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan berlaku dari Bumi Cendrawasih sampai Nol Kilometer di Tanah Rencong.

Beberapa catatan telah terkumpul, Menko Perekonomian RI, Airlangga menyoal tentang tenaga kerja asing, jam kerja, dan hak pesangon. Skema genuin LMF belasan tahun yang lampau bergulir kekinian dalam draft UU CILAKA, akan diterobos menuju Senayan, 15-16 Januari 2020. Tahun masa sidang pertama paska reses. Untuk diundangkan masuk prolegnas.

Issue sengitnya, memang di soal ketenagakerjaan. Bukan penyederhanaan perizinan tanah, dan persyaratan investasi. Tapi soal investasi, biasanya ada udang di balik batu. Tenaga kerja jadi kambing hitam nomor satu.

Sebut saja sekali lagi, tujuh issue panas dalam UU Cipta Lapangan Kerja, fleksibilitas jam kerja, proses rekruitmen, PHK, kemudahan perizinan tenaga kerja asing, sistem pengupahan berbasis jam kerja, aturan pesangon, hubungan antara pekerja dan UMKM.

Hal tersebut di atas seturut Menaker Ida Fauziah, draft RUU itu, masih dibahas-bahas antar kementrian. Termasuk Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, yang juga beropini atas issue sengit ketenagakerjaan ini.

Bola panas akan segera menggelinding di DPR RI. Akankah DPR RI memeriksa kondisi ketenagakerjaan secara protektif? Pengalaman kerap menunjukkan, tetap membutuhkan daya kritis kaum buruh di dalam organisasi-organisasi serikat buruh. Dengan mencerminkan arus perlawanan yang disadari tak berkesesuaian di atas fakta perbaikan nasib kaum buruh Indonesia.

RUU CILAKA, Iya Buat Siapa?

Menghilangkan proteksi kaum buruh yang bekerja massal, masif di dunia industri belakangan ini, tentu saja berpotensi menambah persoalan tersendiri di dunia ketenagakerjaan di Indonesia. Pasalnya, perjalanan panjang penegakan aturan ketenagakerjaan yang ada saja saat ini, belumlah melindungi kaum buruh Indonesia.

Bahkan, sejumlah pasal dalam UU No. 13/2003 telah mengatur sedemikian rupa, atas ketujuh issue yang bakal dirubah dalam RUU CILAKA tersebut, bakal dirombak. Demi mahkota perekonomian nasional ter up date sekarang ini, bernama investasi.

Tidak jelas, sampai sekarang Indonesia ini adalah negeri seperti apa? Industri, perikanan, agraris atau berbasis apa? Ketidakjelasan tersebut membayang di wajah banyak pemimpin, dari nomor satu sampai nomor sepatu di negeri ini. Jika ditanyakan, belum tentu bisa dijawab.

Sehingga dan sebenarnya investasi yang dibutuhkan oleh negeri ini, yang seperti apa? Buat industrialisasikah? Perikanan? Pertanian? Atau apa?

Dan RUU CILAKA bukan untuk kaum buruh Indonesia..

Salam MUDA, BERANI, MILITAN!

– KBM –

Please follow and like us:
Pin Share

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *