“BATALKAN OMNIBUS LAW RUU CILAKA!”

PEMERINTAH HARUS BERTANGGUNG JAWAB DAN LEBIH CONCERN DALAM MENANGANI PANDEMI COVID-19 (CORONA VIRUS)

Dalam beberapa hari terakhir perkembangan kondisi Indonesia sangat mengkhawatirkan. Setidaknya terdapat dua persoalan besar yang menjadi ancaman besar bagi kelangsungan hidup kaum buruh dan rakyat Indonesia yaitu Omnibus Law RUU CILAKA dan pandemi virus Corona.

Omnibus Law RUU Cipta Kerja (RUU CILAKA) yang berorientasi pada investasi jelas menempatkan kaum buruh dan rakyat Indonesia pada posisi sebagai “tumbal” demi memuluskan kepentingan kaum pemodal dalam mengeskalasi eksploitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Agenda liberalisasi ekonomi melalui Omnibus Law RUU CILAKA ini memangkas hak-hak normatif, menghilangkan mekanisme perlindungan, serta menjauhkan kaum buruh dari kesejahteraan. Kaum buruh dipertukarkan sebagai komoditas dalam pasar tenaga kerja fleksibel dengan upah murah, ruang-ruang hidup dihancurkan, dan upaya produksi ramah lingkungan yang selama ini dilakukan oleh kaum tani dan masyarakat adat pun diberangus. Watak Omnibus RUU CILAKA adalah watak perbudakan modern dan membuka peluang bagi pemerintah pusat untuk melakukan praktek-praktek kekuasaan yang otoriter.

Dengan watak tersebut, tak heran apabila proses pembuatan Omnibus Law RUU CILAKA sangat jauh dari prinsip-prinsip pembentukan regulasi yang demokratis, transparan dan partisipatif. Sebaliknya, pemerintah justru melakukan aksi klaim sepihak atas keterlibatan serikatburuh, mengabaikan berbagai masukan dan protes dari masyarakat, serta melakukan intimidasi dan represi. Sampai saat ini, 4 orang anggota Konfederasi KASBI masih ditahan oleh Polresta Tangerang di Rutan Kelas 1 Tangerang karena melakukan aksi penolakan. Intimidasi dan represi juga terjadi dalam diskusi-diskusi yang diselenggarakan oleh mahasiswa dan berbagai inisiatif masyarakat sipil di berbagai tempat di Indonesia.

Kondisi kaum buruh dan rakyat pekerja Indonesia pun semakin memprihatinkan dengan perkembangan epidemi COVID-19 akibat virus Corona. Hingga saat penyataan sikapini dibuat, WHO melaporkan terdapat 168,019 kasus terkonfirmasi dengan angka kematian sebesar 6.610 orang yang tersebar di 148 negara.

Di Indonesia, Negara dengan populasi lebih dari 260 juta penduduk, tercatat ada 134 kasus terkonfirmasi dengan angka kematian 5 orang (atau tingkat kematian sebesar 3,73% per 17 Maret 2020). Selain meremehkan perkembangan situasi wabah COVID-19, Pemerintah Indonesia juga gagap dalam menghadapi krisis ini. Pada awal tahun, pemerintah Indonesia justru memberlakukan kebijakan promosi tiket pesawat dan tempat wisata ketika negara lain justru membatasi mobilitas penduduk. Situasi ini diperburuk dengan munculnya pernyataan-pernyataan dengan tendensi meremehkan dan anti-sains dari para pejabat Negara dan diperparah dengan lemahnya koordinasi antar lembaga serta absennya kebijakan yang menyeluruh dan komprehensif. Baru pada 14 Maret 2020 Pemerintah menerapkan virus Corona sebagai Bencana Nasional.

Dalam kondisi darurat ini, transparansi informasi dan kebijakan pencegahan serta penanggulangan yang berpihak pada rakyat justru masih sangat minim. Selain kelompok masyarakat lanjut usia dan anak-anak, kaum buruh dan mayoritas rakyat miskin lainnya termasuk dalam kelompok masyarakat yang rentan. Kemampuan ekonomi dan minimnya akses terhadap layanan kesehatan menjadi masalah terbesar kaum buruh danrakyat miskin dalam menghadapi situasi epidemi COVID-19 ini.

Di banyak sirkuit produksi, kaum buruh terpaksa tetap harus bekerja dalam kondisi yang minim perlindungan terhadap wabah. Pemangkasan upah dan ancaman pemutusan hubungan kerja juga mengintai buruh yang tidak dapat hadir di tempat kerja. Dalam surat edaran Menaker No. M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19, misalnya, Pemerintah justru membuka ruang bagi pengusaha untuk mengubah besaran dan pembayaran upah lewat kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh (No. II.4) , alih-alih menjamin agar upah buruh sebagai jarring pengaman di masa krisis tidak berkurang.

Himbauan keberjarakan social atau social distancing juga tidak diikuti dengan mekanisme perlindungan social sehingga mengancam para pekerja informal dan pekerja harian yang mengalami penurunan angka pendapatan. Kecemasan pun meningkat dengan perluasan wabah yang diikuti dengan langkanya barang-barang pencegahan seperti masker, hand-sanitizer dan disinfektan. Ketidaksiapan pemerintah Indonesia dalam menghadapi epidemic COVID-19 ini mempertegas ketidak berpihakan Negara pada kelas pekerja. Kerentanan semacam inilah yang akan menanti kaum buruh, masyarakat miskin, dan kelompok rentan lainnya apabila Omnibus Law RUU CILAKA disahkan.

Oleh karena itu, GERAKAN BURUH BERSAMA RAKYAT (GEBRAK) sebagai aliansi perjuangan yang melibatkan organisasi buruh, organisasi tani, organisasi perempuan, organisasi mahasiswa, dan organisasi masyarakat sipil yang berjuang untuk mewujudkan demokrasi, kesejahteraan, dan keadilan sosial, menuntut Pemerintah untuk:

  1. MEMBATALKAN Omnibus Law RUU Cipta Kerja (RUU CILAKA) karena merugikan kaum buruh dan rakyat Indonesia.
  2. Menghentikan segala bentuk intimidasi, represi dan penangkapan terhadap diskusi dan aksi-aksi penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja (RUU CILAKA), serta membebaskan kawan-kawan kami yang ditangkap dan ditahan karena aksi-aksi penolakan Omnibus Law RUU CILAKA, seperti 4 orang anggota Konfederasi KASBI di Tangerang
  3. Melakukan transparansi informasi dan sosialisasi yang komprehensif mengenai pencegahan dan penanggulangan wabah virus Corona pada seluruh rakyat Indonesia.
  4. Membuat kebijakan yang menyeluruh dan komprehensif untuk menjamin keselamatan dan kesehatan kaum buruh dan rakyat, serta menjamin tidak adanya pengurangan pendapatan, pemutusan hubungan kerja, dan pemangkasan hak-hak mendasar kaum buruh dan rakyat Indonesia akibat kebijakan yang diambil untuk menanggulangi virus Corona.
  5. Menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja selama pandemi COVID-19, termasuk menjamin pemenuhan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) serta perlindungan khusus bagi kaum pekerja yang berada di garis depan seperti tenaga kesehatan, layanan publik, sektor pariwisata, sektor transportasi, pekerja di pintu gerbang keluar-masuk Indonesia, pekerja media, serta pekerja lepas dan informal.
  6. Pemerintah perlu memprioritaskan fasilitas publik yang memadai dalam penanganan COVID-19 termasuk layanan sosialisasi dan pemeriksaan massif kepada seluruh rakyat Indonesia secara gratis.

Kami juga menyerukan kepada kaum buruh dan rakyat Indonesia memperkuat solidaritas sosial untuk memperjuangkan pembatalan Omnibus Law RUU Cipta Kerja (RUU CILAKA) dengan memberikan perhatian khusus pada keselamatan dan kesehatan diri dan masyarakat dalam situasi epidemic COVID-19 dengan memperhatikan protokol-protokol kesehatan. Kami meyakini bahwa solidaritas sosial adalah langkah utama bagi kaum buruh dan rakyat dalam menghadapi situasi yang memprihatinkan ini.

Jakarta, 18 Maret 2020

Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK)

  1. Konfederasi KASBI
  2. Konfederasi KPBI
  3. Konfederasi KSN
  4. Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN)
  5. Serikat Pekerja Media dan Industri kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi)
  6. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
  7. LBH Jakarta
  8. PurpleCode Collective
  9. Liga Mahasiswa Nasioanal Demokrarik)LMND DN )
  10. Koalisis Pembaruan Agraria.
  11. Sekolah Mahasiswa Progresip (SEMPRO)
  12. GPPI (Gerakan Pemuda Patriotik Indonesia).
  13. Jarkom SP Perbankan.
  14. FPPI
  15. PPI (Pelaut)
  16. Federasi Mahasiswa Kerakyatan
  17. Perempuan Mahardika
  18. BEM Jentera
  19. SP Jhonson
  20. Komiter Perjuangan Rakyat
  21. Aksi Kaum Muda Indonesia (AKMI)
  22. Federasi Pelajar Jakarta (FIJAR)

Narahubung:
Sekretaris Jenderal KASBI +62812-8064-6029
Pengacara Publik LBH Jakarta +62812-9698-8357
Sekretaris Jenderal KPBI +62812-9885-3283

Please follow and like us:
Pin Share

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *