“ OMNIBUS LAW, PP, DAN DUGAAN KORUPSI BPJS TK “

  OMNIBUS LAW

 Tahun 2020 menjadi tahun yang kelam bagi rakyat indonesia. Pasalnya di tengah wabah Covid-19 yang mewabah di seluruh dunia termasuk juga indonesia, Presiden melalui Kementerian dan DPR RI menggunakan kesempatan ini untuk memuluskan sebuah kebijakan kontroversi di tengah masyarakat yang sedang khawatir akan dampak virus tersebut. Kebijakan yang dinamakan Omnibus Law atau Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) sangat kental atas kepentingan para pemodal atau oligarki yang pada pokoknya di dalam Rancangan Undang-Undang tersebut adalah meminta negara agar adanya deregulasi terhadap aturan-aturan hukum yang berlaku meliputi lintas sektor.

Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) menilai bahwa RUU CIPTA KERJA yang digadang oleh Presiden melalui Kementerian Terkait dan DPR RI adalah sebuah bentuk gagalnya negara dalam menjamin kesejahteraan terhadap rakyatnya. Alih-alih penciptaan lapangan pekerjaan dan kemudahan perizinian dalam berinvestasi. Kegagalan skema pembangunan nasional yang bergantung kepada investasi membuat rakyat menjadi tumbal dari penyelamatan ekonomi yang tidak dikelola dengan transparan dan demokratis oleh pemerintah. Kehidupan rakyat berpotensi kehilangan kedaulatan atas akses sumber ekonomi yang selama ini digunakan untuk menyambung hidup dan turut pula membantu pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi rumah tangganya. Selain itu dampak dari kebijakan yang memangkas banyak undang-undang ini mulai dampak lingkungan, dampak social dan budaya yang akan menjadikan rakyat sama sekali tidak menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.

PERATURAN PELAKSANA (PP dan Perpres)

Selasa, 16 februari 2021 Peraturan Pelaksana atas UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 telah diundangkan oleh Pemerintah dan di publikasi melalui laman Sekretariat Negara. Ada 45 PP dan 4 Perpres yang diundangkan dan salah satunya terkait sektor ketenagakerjaan yang menjadi turunan dari

 Upaya harmonisasi kebijakan yang digadang-gadang akan membuat ekonomi Indonesia mengalami pemulihan ditengah ancaman pandemic Covid-19 ini dimuat dalam 11 Klaster seperti 15 RPP untuk perizinan dan Kegiatan Usaha Sektor, 4 RPP Koperasi dan UMKM serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), 5 RPP dan 1 Perpres Investasi, 4 RPP ketenagakerjaan, 3 RPP fasilitas fiskal, 3 RPP dan 1 Perpres penataan ruang, 5 RPP lahan dan HakAtas Tanah 1 RPP lingkungan hidup, 5 RPP dan 1 Perpres konstruksi dan Perumahan , 2 RPP kawasan ekonomi terakhir 1 Perpres barang dan jasa pemerintah Undang-undang tersebut. Ada sedikitnya 4 Peraturan Pelaksana yang berkaitan tentang ketenagakerjaan yaitu ;

1. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 tentang PenggunaanTenaga Kerja Asing;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih

Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) menilai bahwa Peraturan Pelaksana yang diundangkan oleh Pemerintah tak jauh berbeda dengan muatan dan esensi di dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja tersebut yang pada kenyataanya adalah merugikan kaum buruh dan rakyat secara umum. Dalam hal ini Gerakan Buruh Bersama Rakyat mengkritisi 4 Peraturan Pelaksana terkait Ketenagakerjaan sebagai berikut ;

UU CIPTA KERJA No 11 tahun 2020 dan PP No 34 Tahun 2021 Tentang TKA Membuat Meluapnya Tenaga Kerja Asing Di Indonesia : Diperkirakan Tenaga Kerja Asing yang tercatat di Indonesia saja sudah mencapai angka 100.000 Tenaga Kerja. Angka tersebut jelas saja akan bertambah seiring dengan dampak dari UU CIPTA KERJA dan PP yang sudah disahkan oleh Pemerintah dan DPR, karena dengan dibukanya keran investasi tanpa kontrol yang jelas maka dapat dipastikan meluapnya tenaga kerja asing di Indonesia.

PP No 35 Tahun 2021 Melegitimasi Kontrak Kerja Yang Panjang, Bertambahnya Batasan Waktu Kerja Lembur, Kemudahan PHK Beserta Pengurangan Kompensasi Pesangon Yang Diterima Buruh : Bahwa dalam beberapa pasal di dalam Peraturan Pelaksana ini, Pemerintah memang tidak peduli terhadap kesejahteraan buruh dan rakyat Indonesia. Dalam hal hubungan kerja dijelaskan didalam PP tersebut bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dilakukan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang maksimal 5 (lima) tahun demikian penjelasan pasal 8 ayat 1 dan 2. Padahal didalam Undang-undang no 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa kontrak kerja adalah 2 tahun dan di perpanjang 1 kali maksimal 1 (satu) tahun. Hal tersebut tentunya sangat bertentangan dengan konstitusi/UUD 1945, dimana dalam penjelasan Pasal 27 ayat (2)Undang- Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”) “ Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Mengenai bertambahnya Waktu Kerja Lembur yang semula di dalam UUK No 13 Tahun 2003 dibatasi maksimal 3 jam/hari atau 14 jam seminggu menjadi 4 jam/hari atau 18 jam seminggu melalui PP ini dalam Pasal 29 “ perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh selama waktu kerja lembur berkewajiban; membayar upah kerja lembur, memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya, dan memberikan makanan dan minuman paling sedikit 1.400 kilo kalori, apabila kerja lembur dilakukan selama empat jam atau lebih. Pemberian makanan dan minuman tidak dapat digantikan dalam bentuk uang. Tentunya penerapan waktu kerja yang panjang terhadap buruh adalah sebuah kebijakan yang tidak adil dan berimplikasi terhadap kesehatan buruh.

Mengenai Pemutusan Hubungan Kerja yang dijelaskan dalam PP tersebut pada pasal 36 huruf b “ Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan Perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan Perusahaan yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian ”. Faktanya bahwa buruh kerap kali di PHK sepihak dengan alasan Efisiensi oleh perusahaannya, terlebih dalam masa pandemi seperti sekarang ini banyak perusahaan berdalih demikian agar buruhnya terphk dan dapat merekrut pekerja baru dengan sistem kontrak dan outshourching. Di sisi lain dalam pasal tersebut, penjelasan efisiensi sendiri sudah pernah dilakukan Jucial Review atau Uji Materi di Mahkamah Konstitusi dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Artinya bahwa PP ini bertujuan agar buruh mudah di PHK bukan kemudian menjamin tidak terjadinya PHK terhadap buruh.

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan Melanggengkan Upah Murah dan Tidak Layak Bagi Kaum Buruh dan Rakyat : Bahwa tak dapat dipungkiri Rezim Jokowi – Ma’aruf Amin menunjukan keberpihakannya terhadap kaum pemodal atau para oligarki negeri ini. Rezim saat ini lebih mengutamakan upah murah untuk buruh agar para investor menanamkan investasinya di Indonesia dengan dalih untuk lapangan pekerjaan dan kesejahteraan rakyat. Bagaimana bisa mencapai kesejahteraan dengan upah murah dan tidak layak ? tentunya agar sejahtera maka harus didukung pula oleh upah yang layak. Dalam PP ini Kebutuhan Hidup Layak tidak lagi menjadi penentu dalam kenaikan upah di setiap Propinsi/Kota ataupun Kabupaten.

Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2021 tentang tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan menambah beban terhadap upah buruh dari dampak PHK: bahwa pemerintah telah melepas tanggung jawab atas kasus PHK yang akan dialami oleh buruh dengan memberikan skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan sifat asuransi yang harus didaftarkan oleh buruh dengan potongan iuran. Ini membuat buruh harus menanggung beban PHK yang seharusnya ditanggung oleh perusahaan yang mempekerjakan buruh, ini membuat buruh harus ikut menanggung kerugian atas setiap kebijakan yang merugikan dirinya. Dengan praktik Korupsi yang kerap terjadi di Lembaga BPJS, dengan menambah JKP menjadi jaminan sosial yang dibawah kendali BPJS juga membuat uang dari buruh tersebut berpotensi untuk dipergunakan diluar sepengetahuan buruhnya, karena tidak terbukanya skema BPJS selama ini.

DUGAAN KORUPSI BPJS TK

Dengan semakin sulitnya kehidupan rakyat yang diterpa, krisis ekonomi, krisis kesehatan Pandemi Covid-19 dan bencana yang akhir-akhir ini terjadi di hampir seluruh Indonesia. Pemerintah harusnya memiliki skema yang transparan untuk dapat member akses luas kepada rakyat untuk dapat mendapatkan bantuan dan perlindungan social dari Negara. Akan tetapi beberapa kementerian lembaga masih saja melakukan praktik korupsi yang merugikan rakyat secara umum, tidak icukup setelah korupsi

dari elit partai berkuasa di kementerian kelautan dan perikanan serta kementerian sosial yang menambah luka rakyat yang sedang susah, terjadi pula Praktik korupsi di Lembaga Jaminan social seperti BPJS.

Dugaan Praktik Korupsi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga kerja (BPJS TK), Gerakan Buruh Bersama Rakyat menilai ini adalah sebuah hal yang mengkhawatirkan terhadap kepastian tabungan masa depan terhadap kaum buruh yang tersentralisir melalui badan ini. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga kerja (BPJS TK) yang memiliki bidang dalam menyerap dana iuran kepesertaan buruh yang terdaftar sebagai peserta BPJS TK melalui perusahaan di seluruh Indonesia justru malah di korupsi. Jauh sebelum adanya dugaan korupsi tersebut, kaum buruh juga mengkritik keras penggunaan dana iuran terhimpun yang dialihkan untuk investasi pada sektor infrastruktur dan konstruksi. Badan yang seharusnya transparan dalam melakukan kerja operasionalnya, justru secara tiba-tiba menanamkan investasi tanpa melibatkan partisipasi pesertanya.

Walaupun masih dalam tahap penyelidikan oleh lembaga terkait, kaum buruh berharap agar proses penyidikan dan penyelidikan terkait dugaan korupsi di BPJS TK agar di proses secara transparan dan tidak menimbulkan kerugian terhadap para pesertanya yang di dominasi oleh para buruh. Tak hanya disitu, kami turut meminta agar seluruh pihak yang berwenang (Kejaksaan Agung, KPK dan Kepolisian) mengusut tuntas praktik korupsi tersebut.

Atas sederet persoalan yang ada dan membebani rakyat, kami Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) sebuah Aliansi Lintas Sektor yang terdiri dari berbagai sector Rakyat (Buruh, Tani, Pemuda- Mahasiswa, Kaum Miskin Kota, Masyarakat Adat, Nelayan dan Perempuan) akan terus bergerak mengkonsolidasikan kekuatan gerakan rakyat guna mengkritisi kebijakan-kebijakan politik pemerintahan Jokowi-Ma’ruf yang bertentangan dengan kepentingan mayoritas rakyat Indonesia.

Dengan ini, kami Pimpinan Kolektif Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) menyatakan sikap dan menuntut kepada pemerintahan Jokowi-Ma’ruf sebagai berikut:

TUNTUTAN

  1. Segera Cabut Omnibus Law Cipta Kerja No 11 tahun 2020;
  2. Segera Cabut Peraturan Turunannya secara keseluruhan;
  3. Segera Usut Tuntas Dugaan Praktik Korupsi BPJS TK;
  4. Fokus Terhadap Penanggulangan Pandemic Covid-19, dan
  5. Berikan Subsidi kepada Rakyat yang terdampak Krisis Ekonomi dan Pandemic Covid-19

Jakarta, 25 Februari 2021 Hormat Kami,

Pimpinan Kolektif Gerakan Buruh Bersama Rakyat

Kami yang terhimpun dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK):

  1. Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)
  2. Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)
  3. Konfederasi Serikat Nasional (KSN)
  4. Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN)
  5. Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI)
  6. Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI)
  7. Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI)
  8. Jaringan Komunikasi Serikat Pekerja Perbankan (Jarkom SP Perbankan)
  9. Solidaritas Pekerja Viva (SPV)
  10. Federasi peKerja Industri (FKI)
  11. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
  12. Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi-Dewan Nasional (LMND-DN)
  13. Federasi Pelajar Indonesia (FIJAR)
  14. Aksi Kaum Muda Indonesia (AKMI)
  15. Sekolah Mahasiswa Progresif (SEMPRO)
  16. Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI)
  17. Perempuan Mahardhika
  18. PurpleCode Collective
  19. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
  20. Kesatuan Pejuangan Rakyat (KPR)
  21. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
  22. Fraksi Rakyat Indonesia (FRI)

Nara Hubung:

Sunar : +6281280646029

Please follow and like us:
Pin Share

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *