Buruh Bersatu Lawan Kebijakan Upah Murah !



Jakarta, 12/12 – Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah yang seharusnya melindungi dan membuat kebijakan yang memihak Kaum Buruh namun justru sebaliknya. Membuat dan Melegitimasi Upah Murah & Labor Market Flexibility (Outsourcing, Magang, Kerja Kontrak) semakin menggila dan menyengsarakan Kaum Buruh melalui PP No.36/2021 serta Berbagai Surat Edaran yang tak lain merupakan Turunan Omnibuslaw Cipta Kerja yang dinyatakan INKONSTITUSIONAL BERSYARAT oleh Mahkamah Konstitusi.

Bahkan Presiden Joko Widodo ngeyel dan membuat pernyataan yang semakin menyakitkan Kaum Buruh dan Rakyat Tertindas dengan bersikukuh Omnibuslaw beserta seluruh aturan turunannya ‘tetap berlaku’ , bahkan memberikan ‘jaminan kepada investor/pengusaha’ dengan menginstruksikan POLRI untuk menjadi ‘Algojo’ yang siap memukul, menghadang, dan melindungi Pengusaha, semuanya dilakukan Demi Investasi, bukan Demi Rakyat sebagaimana Sumpah Jabatan yang dilakukan diatas Kitab Suci seakan Tuhanpun dikibuli.

Perjuangan Kaum Buruh untuk bisa mendapatkan Kenaikan Upah Layak tahun 2022 yang dilakukan diberbagai daerah, terhadang oleh Barikade Aparat, Kawat Berduri serta Gubernur yang memilih ‘mengamankan jabatan’ dengan mengacu pada formulasi kenaikan upah ala PP No.36/2021 ketimbang ‘kenaikan upah 10% – 15%’ yang ‘sesungguhnya’ akan berimbas meningkatkan konsumsi/belanja rumah tangga kaum buruh dan pendapatan sektor riil daerah itu sendiri.

Namun yang cukup menarik, ada beberapa daerah yang justru ‘menerabas’ formulasi kenaikan upah ala PP No.36/2021, dan berikut daftar beberapa UMK tahun 2022 yang naik tapi tidak sesuai PP 36 tahun 2021:

1. Sumatra Utara
– Deli Serdang Rp3.188.592 –>Seharusnya tidak ada kenaikan, namun naik Rp70.000 atau 2,24 persen dari UMK tahun 2021 Rp3.118.592.
– Padang Lawas Rp2.758.828 –> Seharusnya kenaikan 0,83 persen namun naik 0,84 persen yaitu Rp 23.001 dari UMK tahun 2021 Rp735.827.
– Sibolga Rp3.006.826 –> Seharusnya kenaikan 0,09 persen namun naik 0,10 persen atau Rp2.905 dari UMK tahun 2021 Rp3.003.922.

2. Lampung
– Lampung Timur Rp2.440.486 –> Seharusnya kenaikan 0,05 persen namun naik 0,34 persen Rp8.336 dari UMK tahun 2021 Rp2.432.150.
3. Daerah Istimewa Yogyakarta
– Kulon Progo Rp1.904.275 –> Seharusnya kenaikan 0,05 persen namun naik 0,34 persen Rp 8.336 dari UMK tahun 2021 Rp1.805.000.
– Gunung Kidul Rp1.900.000 –> Naik 7,34 persen atau Rp130.000 dari UMK tahun 2021 Rp1.770.000.
– Sleman Rp 2.001.000 –> Seharusnya kenaikan sebesar 4,83 persen namun naik menjadi 5,12 persen atau Rp97.500 dari UMK tahun 2021 Rp1.903.500.

4. Jawa Timur
– Pasuruan Rp 4.365.133 –> seharusnya tidak ada kenaikan, namun naik 1.75 persen atau Rp75.000 dari UMK tahun 2021 Rp4.290.133.
– Sidoarjo Rp4.368.581 –> Seharusnya tidak ada kenaikan, namun naik 1.75 persen atau Rp75.000 dari UMK tahun 2021 Rp4.293.581.
– Mojokerto Rp4.354.787 –> Seharusnya tidak ada kenaikan, namun naik 1.75 persen atau Rp75.000 dari UMK tahun 2021 Rp4.279.787.
– Gresik Rp4.372.030 –> Seharusnya tidak ada kenaikan, namun naik 1.75 persen atau Rp75.000 dari UMK tahun 2021 Rp4.297.030.
– Surabaya Rp4.375.479 –> Seharusnya kenaikan sebesar 0,15 persen namun naik 1,74 persen atau Rp75.000 dari UMK tahun 2021 Rp4.300.479.

5. Nusa Tenggara Timur
– Kupang Rp2.039.500 –> Seharusnya kenaikan sebesar 1,58 persen namun naik 1,59 persen atau Rp 32.000 dari UMK tahun 2021 Rp2.007.500.

6. Kalimantan Barat
– Kubu Raya Rp2.467.630 –> Seharusnya kenaikan 0,53 persen namun naik 1,42 persen atau Rp34.630 dari UMK tahun 2021 Rp2.433.000.

7. Kalimantan Tengah
– Kotawaringin Timur Rp3.014.732 –> Seharusnya kenaikan 0,73 persen namun naik 0,76 persen atau Rp22.787 dari UMK tahun 2021 Rp2.991.946.
– Seruyan Rp3.317.667 –> Seharusnya tidak ada kenaikan, namun naik 3,88 persen atau Rp123.918 dari UMK tahun 2021 Rp3.193.750.

18. Kalimantan Utara
– Malinau Rp3.248.279 –> Seharusnya kenaikan 0,48 persen namun naik 1,96 persen atau Rp62.442 dari UMK tahun 2021 Rp3.185.837

Salah satunya Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah yang berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan seharusnya ‘TIDAK ADA KENAIKAN’ tetapi kemudian mengalami kenaikan UMK tahun 2022 senilai 3,88% atau Rp 123.918 dari UMK tahun 2021 Rp 3.193.750. Tentu perlu sedikit apresiasi atas ‘kenaikan tipis’ namun tidak mengacu pada formulasi yang dilakukan oleh Kepala Daerah Kalimantan Tengah, yang diancam oleh Surat Edaran Menaker dan Mendagri dengan Sanksi Administratif hingga Pemberhentian sebagaimana cuitan Ridwan Kamil di Twitter yang ketakutan ‘dicopot dari jabatannya’ juga pernyataan kontroversial serampangan Wahidin Halim yang menyampaikan ‘pecat dan ganti Buruh Banten yang tidak mau menerima keputusan Pemprov Banten’ yang menimbulkan kemarahan dan kecaman dari Kaum Buruh atas pernyataannya tersebut.

Belakangan juga diketahui, ‘dua elit serikat pekerja’ berkongsi dengan KADIN, yang katanya akan membuat pokja dan mengakomodasi buruh yang mau ‘menjajal UMKM’, disaat Upah Murah dan Hilangnya Jaminan Perlindungan Pekerjaan bagi Kaum Buruh selaku ‘Konsumen Terbesar’ dari Sektor Riil dikesampingkan Hak-nya oleh Rezim saat ini.

Bukan soal beryukur atau tak tau diri soal upah hari ini, jika realitanya kemiskinan, rentenir, biaya kesehatan & transportasi hingga angka putus sekolah terus meninggi di bumi pertiwi !
Lawan Kesewenangan Kebijakan yang menyengsarakan dengan Kesadaran untuk Persatuan Perjuangan !

Kesadaran adalah Matahari, Kesabaran adalab Bumi, Keberanian menjadi Cakrawala, dan Perjuangan adalah Pelaksana Kata-kata ! ~ WS. Rendra

Panjang Umur Perjuangan !
Salam Muda Berani Militan !

#IndonesiaDaruratUpah #OmnibusLawInkonstitusional #MosiTidakPercaya #LawanMonsterOligarki

Please follow and like us:
Pin Share

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *